Rabu, 29 Oktober 2014

Tugas Softskill Ke-1 Bahasa Indonesia ( Penalaran )


Nama         : Nurul Setyorini
Kelas           : 3EB20
NPM           : 25212549

"PENALARAN"


Pengertian Penalaran

            Penalaran (reasoning, jalan pikiran) adalah suatu proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Bila kita bandingkan argumentasi dengan sebuah bangunan, maka fakta, evidensi, dan sebagainya dapat disamakan dengan batu bata, batu kali, semen, dsb. Sedangkan proses penalaran itu sendiri dapat disamakan dengan bagan atau arsitektur untuk membangun gedung tersebut. Penalaran merupakan sebuah proses berpikir untuk mencapai suatu kesimpulan yang logis.
            Penalaran bukan saja dapat dilakukan dengan mempergunakan fakta-fakta yang masih berbentuk polos, tetapi dapat juga dilakukan dengan mempergunakan fakta-fakta yang telah dirumuskan dalam kalimat-kalimat yang berbentuk pendapat atau kesimpulan. Kalimat-kalimat semacam ini, dalam hubungan dengan proses berpikir tadi disebut proposisi. Proposisi dapat kita batasi sebagai pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung di dalamnya. Sebuah pernyataan dapat dibenarkan bila terdapat bahan-bahan atau fakta-fakta untuk membuktikannya. Sebaliknya sebuah pernyataan atau proposisi dapat disangkal atau ditolak bila terdapat fakta-fakta yang menentangnya.
Proposisi selalu berbentuk kalimat, tetapi tidak semua kalimat adalah proposisi. Hanya kalimat deklaratif yang dapat mengandung proposisi, karena hanya kaliamat semacam itulah yang dapat dibuktikan atau disangkal kebenarannya. Kalimat-kalimat tanya, perintah, harapan, dan keinginan (desideratif) tidak pernah mengandung proposisi.
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif, yaitu :
1.      Penalaran Induktif
Penalaran induktif (prosesnya disebut induksi) mrpkn proses penalaran untuk menarik suatu prinsip atau sikap yang berlaku untuk umum maupun suatu kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan atas fakta-fakta khusus. Ada 3 jenis penalaran induktif, yaitu :
            a.       Generalisasi, 
            b.   Analogi (Analogi Induktif), 
            c.    Hubungan Sebab-Akibat
2.      Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif (prosesnya disebut deduksi), yaitu cara berpikir yang didasarkan atas prinsip, hukum, teori atau keputusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal atau gejala.
Contoh:
1. Semua makhluk mempunyai mata. (p. mayor)
2. Si Polan adalah seorang makhluk. (p. minor)
3. Jadi, si Polan mempunyai mata. (kesimpulan)

Istilah – istilah dalam penalaran :
1.      Premis                  : Pernyataan atau nama lain dari proposisi
2.      Konklusi               : Kesimpulan              
3.      Konsekuensi        : Hubungan anatara premis dan konklusi
4.      Evidensi                : Semua fakta,kesaksian,informasi yang di hubungkan untuk membuktikan kebenaran
5.       Inferensi              : Proses untuk menghasilkan informasi dari fakta yang di ketahui.
6.      Implikasi              : Akibat yang terjadi berdasarkan suatu peristiwa .

Proposisi
            Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah. Dalam ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni:
1.      Term Subyek: hal tentang pengakuan atau pengingkaran yang ditujukan dalam bentuk subjek logis (subjek penegasan )  .
2.      Term Predikat adalah pengakuan atau pengingkaran yang berisi tentang apa yang di tegaskan atau diingkari subjek .
3.      Kopula adalah kata yang menghubungkan term subjek dan term predikat.
Jenis – jenis proposisi :
a)      Proposisi Berdasarkan Bentuknya,
1.      Proposisi tunggal, merupakan proposisi yang terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Misalnya, saya makan; Andi bermain.
2.      Proposisi majemuk, merupakan proposisi yang terdiri atas satu subjek dan lebih dari satu predikat. Misalnya, Anna belajar fisika dan mendengarkan musik; Bekham tur ke Asia dan bermain di Indonesia.
b)     Proposisi Berdasarkan Sifatnya,
1.      Proposisi Kategorial, proposisi yang hubungan subjek dan predikatnya tidak memerlukan syarat apapun. Misalnya, semua orang akan mati; semua hewan membutuhkan makan.
2.      Proposisi Kondisional, proposisi yang pada hubungan subjek dan predikatnya memerlukan syarat tertentu. Misalnya, jika hari mendung maka akan turun hujan; jika Dina bangun kesiangan maka akan terlambat masuk ke sekolah. Dalam proposisi kondisonal terbagi menjadi dua macam, yakni:
1)      proposisi kondisional hipotesis     : Proposisi dengan situasi yang bersifat sementara
2)      proposisi kondisional disjungtif    : Proposisi yang mempunyai dua pilihan
Contohnya : jika hari ini tidak hujan, dia pasti akan menepati janjinya (hipotesis). Dia tidak jadi datang karena sibuk atau malas (disjungtif)
c)      Proposisi Berdasarkan Kualitasnya,
1)      Proposisi Positif merupakan proposisi yang predikatnya membenarkan subjek. Misal, semua profesor adalah orang pintar.
2)      Proposisi Negatif merupakan proposisi yang predikatnya tidak mendukung/ membenarkan subjek. Misalnya, tidak satupun tumbuhan memiliki kaki.
d)     Proposisi Berdasarkan Kuantitasnya,
1.      Proposisi Umum (universal), adalah proposisi dimana predikat mendukung atau mengingkari semua subjek. Misalnya, semua mahasiswa harus mengerjakan tugas dari dosen.
2.      Proposisi Khusus (partikular), adalah proposisi dimana pernyataan khusus mengiyakan yang sebagian subjek merupakan bagian dari predikat. Misalnya, sebagian murid di SD adalah anak orang kaya.
            Menurut Selltiz, et al., dalam Nazir (1988) dalam buku Metode Penelitian, mengatakan bahwa proposisi yang sudah mempunyai jangkauan cukup luas dan telah didukung oleh data empiris dinamakan dalil (scientific law). Dengan perkataan lain, dalil adalah singkatan dari suatu pengetahuan tentang hubungan sifat-sifat tertentu, yang bentuknya lebih umum jika dibandingkan dengan penemuan-penemuan empiris pada mana dalil tersebut didasarkan.

Inferensi dan Implikasi
             Menurut gorys keraf dari bukunya yang berjudul argumentasi dan narasi adalah kata inferensi berasal dari kata latin inferen yang berarti menarik kesimpulan . kata implikasi juga berasal dari bahasa latin yang yaitu kata implicare yang berarti melibat atau merangkum. Dalam logika , juga dapat dibidang ilmiah lainnya, kata inferensi adalah kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta fakta yang ada. 
            Sedangkan implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu dianggap banyak karena sudah dirangkum dalam fakta atau evidensi itu sendiri. Banyak dari kesimpulan sebagai hasil dari proses bervikir yang logis hrus disusun dengan memperhatikan kemungkinan kemungkinanyang tercakup dalam evidensi(=implikasi), dan dari kesimpulan yang masuk akal berdasarkan implikasi(=inferensi)

Dalam wujudnya yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi . yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu. Biasanya semua bahan informasi berupa statistic., dan keterangan keterangan yang dikumpulkan atau diberikan oleh orang orang kepada seseorang, semuanya dimasukan dlam pengertian data (apa yang diberikan) dan informasi (bahan keterangan).

Wujud Evidensi
Unsur yang paling penting dalam suatu tulisan argumentative adalah evidensi. Pada hakikatnya evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas dan sebagainya yang di hubung-hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran.fakta dalam kedudukan sebagai efidensi tidak boleh dicampur adukkan dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan dan penegasan. Pernyataan tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap sebuah evidensi, ia hanya sekedar menegaskan apakah fakta itu benar atau tidak. Dalam argumentasi, seorang penulis boleh mengandalkan argumentasinya pada pernyataan saja, bila ia menganggap pendengar sudah mengetahui fakta-faktanya, serta memahami sepenuhnya kesimpulan-kesimpulan yang diturunkan daripadanya.
Dalam wujudnya yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimagsud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu. Biasanya semua bahan informasi berupa statistik, dan heterangan-keterangan yang dikumpulkan atau di berikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya dimasukkan kedalam pengertian data dan informasi. Untuk itu penulis atau pembicara harus mengadakan pengujian atas data dan informasi tersebut, apakah semua bahan keterangan itu merupakan fakta. Fakta adalah sesuatu yang sesungguhnya terjadi, atau yang ada secara nyata.


Cara Menguji Data
            Data dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
1. Observasi
2. Kesaksian
3. Autoritas
Menurut sifatnya, data dibagi atas dua bagian yaitu:
a.     Data kualitatif adalah data yang dikategorikan menurut lukisan kualitas objek yang dipelajari.
b.    Data kuantitatif adalah data yang memiliki harga yang berubah-ubah atau bersifat variabel. 

Menurut sumbernya data dibagi menjadi dua , yaitu:
a.   Data Intern adalah data yang diperoleh atau bersumber dari dalam suatu instansi ( lembaga atau organisasi ).
b.   Data Ekstern adalah data yang diperoleh atau bersumber dari luar instansi. Data ekstern dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1.  Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh orang yang berkepentingan atau yang menggunaklan data tersebut. Data yang diperoleh seperti hasil wawancara atau pengisian kuisioner yang biasa dilakukan peneliti. Dalam metode pengumpulan data primer, peneliti atau observer melakukan sendiri penelitian atau observasi di lapangan maupun di laboratorium. Pelaksanaannya dapat berupa survey atau percobaan ( eksperimen ).Data Sekunder adalah data yang tidak secara langsung dikumpulkan oleh orang yang berkepentingan dengan data tersebut.
2.  Data sekunder pada umumnya digunakan oleh peneliti untuk memberikan gambaran tambahan, gambaran pelengkap atau diproses lebih lanjut. Data sekunder didapat dari hasil penelitian lembaga atau instansi seperti BPS, Mass

Cara Menguji Fakta
            Sebagai telah dikemukakan diatas, untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian, apakah data-data atau informasi itu merupakan kenyataan atau hal-hal yang sunguh-sungguh terjadi. Penilaian tingkat pertama hanya diarahkan untuk mendapatkan keyakinan bahwa semua keyakinan itu adalah fakta.
b.      Konsistensi
Dasar pertama yang harus dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah konsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada suatu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain.
c.        Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian atau fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi harus pula koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku.

Cara Menguji Autoritas
            Seorang penulis yang objektif selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data eksperimental. Untuk menilai suatu otoritas, penulis dapat memilih beberapa pokok berikut :

1. Tidak mengandung prasangka
Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya. Bila faktor-faktor itu tidak mempengaruhi autoritas itu, maka pendapatnya dapat dianggap sebagai suatu pendapat yang obyektif.

2. Pengalaman dan pendidikan autoritas
Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal, pendididkan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikan tadi. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh autoritas, penelitian-penelitian yang dilakukan dan prestasi hasil-hasil penelitian dan hasil pendapatnya akan lebih memperkokoh kedudukannya, dengan catatan bahwa syarat pertama diatas harus juga di perhatikan.

3. Kemashuran dan prestise
            Faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi dibalik kemasyuran dan prestise pribadi dibidang lain. Apakah ahli itu menyertakan pendapatnya dengan fakta-fakta yang meyakinkan.

4. Koherensi dengan kemajuan
            Hal keempat yang perlu diperhatikan oleh penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dengan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap terahir dalam bidang itu. Pengetahuan dan pendapat terahir tidak selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat terahir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang paling baik untuk membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala kebaikan dan keburukan atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat di pertanggung jawabkan.



Referensi :
Gorys Keraf.Argumentasi dan Narasi.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,1981.
http//wikipedia.com